Senin, 24 Oktober 2016

Pengantar Alkitab Ibrani (2)


Kuliah 2 - Alkitab Ibrani dalam Latar Timur-Tengah Kuno : Konteks Agama biblikal (11-September-2006)

Bab 1. Alkitab sebagai Produk Agama dan Revolusi Kebudayaan.

Telah saya sebutkan dalam kuliah pembuka bahwa kita akan mempelajari naskah Alkitab dari berbagai sudut pandang dan menggunakan berbagai pendekatan, seperti, sejarah, sastra, keagamaan dan budaya.

Dan hari ini kita akan memulai dari bagian pertama, yaitu Alkitab sebagai produk dari revolusi agama dan budaya. Serta Alkitab adalah produk dari pemikiran yang terpapar dan dipengaruhi oleh, dan bereaksi terhadap ide-ide dan budaya pada masa tertentu.

Pada kuliah pembuka, saya menyebut tentang studi banding dari sastra kuno di Timur-Tengah dan Alkitab, yang mengungkapkan adanya kesamaan dalam hal warisan budaya dan literatur, disamping itu juga menunjukkan perbedaan besar diantara keduanya.

Dan informasi tentang beberapa anggota dari komunitas Israel - mungkin para kaum elit keagamaan dan kaum terpelajar - memisahkan diri secara radikal dengan norma-norma yang berlaku pada saat itu.
Mereka mengkritik norma-norma tersebut. Kelompok ini juga yang bertanggung jawab pada tahap penyuntingan akhir dalam pembentukan Alkitab, dan berasal dari abad ke-7 hingga ke-5 atau ke-4 SM.
Mereka memiliki pandangan radikal baru tentang dunia, dan menerapkan pandangan tersebut dalam tradisi yang telah populer serta dikenal luas.

Pandangan radikal tersebut adalah monotheisme. Mungkin anda bertanya, mengapa ide Allah yang esa disebut radikal? Apa yang spesial dari mempunyai satu Allah, dari pada mempunyai banyak dewa-dewi yang dipimpin oleh dewa yang superior? Apa yang baru dan revolusioner dari monotheisme?

Menurut satu aliran pemikiran, tidak ada yang revolusioner dari konsep monotheisme; dan peristiwa tentang kebangkitan monotheisme, sebenarnya telah terjadi sejak lama. Argumen mereka adalah, dalam banyak komunitas terdapat perkembangan alami dari polytheisme, yang mempercayai adanya banyak dewa - biasanya mereka adalah personifikasi dari kekuatan alam - menuju henotheisme - "heno" sama dengan satu, dewa - atau monolatry, mereka menyembah satu dewa tertinggi diantara para dewa, jadi mereka tidak menyangkal keberadaan para dewa lainnya, tetapi mengisolasi satu dewa sebagai yang tertinggi, hingga akhirnya kepada monotheisme, yang mempercayai hanya ada 1 dewa.

Pada abad ke-18 dan 19 pandangan ini dianggap telah mapan, hal ini tidaklah mengejutkan karena teori ini diutarakan oleh para ilmuwan yang pada dasarnya adalah penganut monotheisme dari dunia barat. Dan mereka berkesimpulan bahwa elemen dari agama biblikal mewakili agama yang murni, agama yang berevolusi kepada bentuk yang tertinggi, tidak lagi dinodai oleh unsur-unsur pagan dan politheist dari agama Kanaan. Demikianlah model evolusi agama tersebut. Politheisme di pandang rendah dan primitiv. Monotatry adalah perkembangan berikutnya yang dianggap sebagai perbaikan. Dan Monotheisme dianggap sebagai bentuk yang terbaik dan tertinggi dari agama.

Penemuan dari dunia arkeologi pada abad ke-19 nampak mendukung klaim ini - bahwa monotheisme bangsa Israel adalah evolusi dari politheisme di Timur-Tengah. Dan ketika berbagai tablet kuneiform yang bertuliskan literatur dari peradaban Mesopotamia ditemukan, secara mencengangkan hal ini menerangi pengetahuan kita tentang agama biblikal. Dan penemuan ini menuntun kita pada sebuah "parallelomania".

Para ilmuwan bergembira untuk menunjukkan semua paralel dalam tema, bahasa, alur cerita dan struktur antara kisah biblikal dan kisah di Mesopotamia pada masa lampau.

Jadi lebih dari 1000 tahun sebelum kisah Israel tentang Nabi Nuh dan banteranya, telah ada kisah di Mesopotamia tentang Ziusudra, atau dalam versi lain tentang Utnapishtim yang juga selamat dari sebuah banjir besar, setelah mendapat instruksi dari mahluk illahi untuk membuat sebuah bahtera, dan banjir yang memusnahkan seluruh kehidupan, dan ia mengutus burung-burung untuk mengintai tanah kering, dan seterusnya.

Jadi dengan paralel seperti ini, muncul bantahan, bahwa sangat jelas jika agama dari orang Israel tidaklah begitu berbeda dengan agama tetangga mereka yang pagan. Mereka juga memiliki kisah penciptaan serta kisah banjir. Mereka juga melakukan ritual hewan kurban. Mereka juga memiliki larangan dalam menjaga kesucian. Perbedaan agama orang Israel dan para tetangganya, cuma dalam jumlah dewa yang disembah: satu atau banyak. Ia cuma hasil perkembangan dan pemurnian dari versi agama di Timur-tengah pada masa lampau.

Pandangan evolusi ini, di tantang oleh Yehezkel Kaufmann pada tahun 1930. Kaufman berpendapat monotheisme tidak mungkin berevolusi dari politheisme karena keduanya memiliki sudut pandang yang berbeda. Ia menjalaskan pandangannya dalam berbundel-bundel buku, dan anda dapat membaca hasil ringkasan dan terjemahannya oleh Moshe Greenburg, ringkasan dari karya besar "The religion of Israel" (Agama bangsa Israel).

Kaufman menegaskan bahwa monotheisme Israel bukan lah perkembangan alami dari politheisme pada masa sebelumnya. Ia adalah hasil sebuah pemisahan radikal. Benar-benar sebuah pemutusan secara kultural dan budaya secara total. Ini adalah perlawanan terhadap politheisme dan cara pandang kaum pagan. Hal ini jelas tercatat dalam seluruh naskah Alkitab. Ada yang berpendapat Kaufman telah berhasil meruntuhkan model evolusi dengan model revolusi nya.

Salah satu keunggulan model dari Kaufman adalah kita tidak memandang politheisme sebagai bentuk agama yang primitif dan inferior. Kita hanya melihat bahwa ada 2 orientasi dan sudut pandang terhadap dunia, yang sangat berbeda.
Masing-masing dari sudut pandang ini memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kaufman jelas tidak lah menghakimi, namun memberi kita potensi untuk memahami kedua sistem yang berbeda ini. Seperti yang sudah saya katakan masing-masing sistem memiliki kelebihan, dan kita akan melihat bahwa beberapa hal yang dijelaskan oleh monotheisme, sebenarnya hanya mengundang masalah lain, dan ia harus bergulat dengannya sepanjang masa.

Dalam pandangan Kaufman tentang kesamaan agama dan budaya antara Israel dan bangsa di Timur-Tengah kuno, sebenarnya adalah akhir dari kesamaan. Mereka tidak memiliki kesamaan yang esensial. Mereka berbeda dalam hal konten. Walau mereka bersama-sama memiliki ritual hewan kurban, hukum-hukum untuk kemurnian ritual, dan berbagai legenda serta mitos tertentu. Namun hal ini diadopsi lalu diubah oleh orang Israel, mereka mengubahnya menjadi wahana untuk menyampaikan ide-ide dasar monotheisme dan sudut pandang Israel.

Jadi walau memiliki kesamaan dalam bentuk, namun mereka berbeda dalam fungsi; ini adalah antisipasi Kaufman terhadap argumen dari para antropolog.

Ritual pemujaan bangsa Israel mungkin terlihat mirip dengan tetangga mereka tetapi memiliki fungsi dan tujuan yang sangat berbeda; Israel sama seperti tetangga mereka dalam hal pengangkatan raja yang berkuasa atas mereka. Namun Monarki Israel berbeda dengan Monarki Kanaan secara signifikan, karena pandangan monotheisme mereka.

Ini adalah hal-hal yang akan kita uji dan eksplorasi. Jadi arti dan fungsi dari pemujaan Israel, raja Israel, kisah penciptaan atau narasi lainnya - berasal dari sebuah kerangka budaya yang lebih besar.

Bab 2. Kaufmann : Ciri-ciri Agama Pagan

Sekarang kita membahas penjelasan Kaufman tentang perbedaan mendasar diantara filosifis politheisme dan monotheisme, yang revolusioner yang muncul di Israel.

Ide Kaufman ini sangat penting, pandangan ini berlebihan dalam beberapa hal dan dalam kuliah ini kita akan mendalami  idenya.

Kita mulai dengan pendapat Kaufman tentang ciri-ciri agama pagan - ini adalah istilah yang ia sering gunakan. Ide dasar dari agama pagan menurutnya : "gagasan bahwa terdapat sebuah alam sebelum alam para dewa, dan ia berada diatas para dewa, dan para dewa bergantung kepadanya, dan segala titahnya harus dipatuhi" - [Kaufman 1972,22] - alam metadevine.

Ini adalah ranah kekuasaan tertinggi yang melampaui para dewa. Para dewa muncul dari nya dan tunduk terhadap hukum, kekuatan alam metadevine.

Dan bentuk natural dari alam ini bervariasi diantara tradisi pagan. Ia mungkin sebuah air, kegelapan, roh, atau dalam agama Yunani Kuno berupa takdir/nasib. Bahkan para dewa tunduk pada keputusan nasib; mereka tidak memiliki kontrol atas nasib itu.

Kaufman menegaskan, dalam kepercayaan ini, ketika kita menempatkan sebuah alam primordial, yang berada diatas alam para dewa, sebagai yang utama, maka anda secara otomatis akan membatasi para dewa. ini adalah konsekuensi logis dari alam metadevine. Dan para dewa bukanlah sumber dari segala sesuatu. Mereka terikat dan tunduk pada alam metadivine. Karena itu tidak akan muncul gagasan tentang kehendak illahi yang tertinggi dan berdaulat.

Kehendak dari salah satu dewa, atau bahkan kehendak dari semua dewa, bisa saja dimentahkan oleh keputusan dari alam primordial. Dan kehendak dari salah satu dewa, juga dapat digagalkan oleh dewa lain.

Jadi para dewa ini memiliki kekuatan yang terbatas. Mereka juga terbatas dalam hal kebijaksanaan, karena mereka tidak mungkin maha tahu atau maha bijaksana karena adanya alam metadivine, yang berada diluar jangkauan mereka, dan sangat misterius bahkan bagi para dewa.

Salah satu dewa mungkin sangat bijak; mungkin sangat mahir dalam satu hal. Ada dewa kesembuhan, yang sangat-sangat mahir dalam penyembuhan, atau dalam bidang-bidang lain yang menjadi atribut mereka.

Kaufman juga menegaskan bahwa mitologi adalah hal yang esensial bagi agama pagan. Mitologi adalah kisah kehidupan dari para dewa. Dalam agama pagan para dewa dilahirkan (theogoni), dan mereka hidup seperti halnya kehidupan manusia, tetapi dalam skala yang berbeda, dan mereka juga mati, bahkan dapat terlahir kembali.

Dan alam primordial ini menjadi sumber bagi benih-benih semua mahluk. Sangat lumrah dalam narasi tentang penciptaan, diawali dengan sebuah alam dimana segala kehidupan dimulai, dan kebanyakan dimulai dengan kemunculan para dewa.

Jadi kosmogoni dan theogoni ini  berfungsi untuk menjelaskan kemunculan para dewa yang berbeda jenis kelamin; juga kemunculan alam semesta; kemunculan manusia dan hewan; dengan kata lain, ini adalah rahim primordial untuk segala sesuatu - para dewa, manusia dan alam. Ia adalah sumber dari segala sesuatu baik duniawi maupun illahi.

Dalam agama pagan menurut Kaufman, seringkali terdapat pembatas yang sangat cair antara alam dewa, manusia dan alam semesta. Bisa sangat kabur dari satu sama lain nya karena mereka berasal dari alam primordial yang sama.

Para dewa seringkali dikaitkan dengan fenomena kekuatan alam. Langit adalah dewa; api adalah dewa; kesuburan - segala proses alami - adalah dewa. Jadi tidak ada perbedaan nyata antara memuja para dewa dan memuja alam.

Kedua, katanya, karena manusia juga muncul dari alam primordial, sangat lumrah terjadi terjadi kekacauan tentang batas antara manusia dan para dewa, hingga kita sering membaca kisah perkawinan antara para dewa dan manusia dalam agama pagan. Manusia dapat menjadi dewa, mungkin setelah kematiannya, atau seringkali para raja ketika naik tahta mereka menjadi dewa.

Apapun kekuatan yang dimiliki para dewa, menurut Kaufman, bukan karena kehendak mereka sendiri. Alam metadivine inilah yang memiliki kekuatan utama sebagai penentu. Hubungan setiap mahluk dengan "kekuatan" alam metadivine dapat berupa materi yang dikandung, dan ia melekat pada hal-hal atau zat tertentu.

Jadi jika materi itu adalah darah, maka darah yang mengalir dalam tubuh mahluk hidup dipandang memiliki hubungan yang mendalam dengan alam metadivine, karena disanalah "kekuatan" itu berada.

Jadi para dewa memiliki kuasa atau "kekuatan" hanya karena mereka terhubung melalui "materi" dari alam primordial. Dengan kata lain kekuatan sihir terjadi karena materi tersebut.

Sihir dimungkinkan untuk terjadi jika kita mampu memanipulasi materi tersebut dengan cara-cara khusus. Mungkin dengan tanah liat, air, darah. Jadi melalui apa yang dipercaya dapat memegang kekuatan dari alam primordial ini, manusia dapat memanfaatkannya, dan mempengaruhi alam metadivine.

Jadi sihir pada dasarnya adalah sebuah teknik yang dapat digunakan oleh manusia untuk mengontrol sebuah kekuatan, bahkan para dewa, dan memaksa para dewa untuk melakukan keinginan manusia.

Sihir dalam kepercayaan pagan menurut Kaufman, adalah cara untuk mengontrol para dewa, dan menghindar dari kehendak labil mereka serta roh-roh jahat.

Sihir ditujukan pada ranah metadivine, mencoba memasuki kekuasaannya. Sihir tidak langsung ditujukan pada para dewa, namun mencoba memasuki sumber kekuatan utama yang akan mempengaruhi para dewa, dengan cara tertentu atau dipakai untuk melindungi diri dari para dewa (jahat).

Demikian pula dengan ramalan yang mencoba untuk melihat masa depan, yang sekali lagi berada ditangan sumber utama. Ia tidak secara langsung ditujukan kepada para dewa, manusia hanya menggunakan mereka sebagai media untuk mengakses alam metadevine. Memahami kehendak para dewa adalah sia-sia, karena kehendak mereka dapat digagalkan oleh dewa lain atau oleh keputusan dari alam metadevine.

Pemujaan dalam ritual kaum pagan, klaim Kaufman, adalah sebuah sistem ritual yang berkaitan dengan manipulasi sebuah materi - seperti darah, daging hewan, daging manusia, logam mulia dan sebagainya - yang diyakini mengandung  kekuatan yang terhubung dengan alam metadivine.

Jadi menurut Kaufman selalu terdapat unsur sihir dalam setiap pemujaan pagan. Melalui ritual dan manipulasi beberapa materi, untuk mengontrol beberapa kekuatan, agar memaksa para dewa untuk diperdamaikan, atau menenangkan atau agar melakukan sebuah tindakan yang menguntungkan pemujanya.

Beberapa ritual pemujaan mungkin dimaksudkan agar sang dewa bertindak sebagai pelindung dan tidak menyakiti pemujanya. Banyak festival ibadah menjadi sumber pengetahuan tentang sebuah mitologi, dimana mereka memperagakan sebuah peristiwa dari kehidupan para dewa : pertempuran yang dilakukan oleh sang dewa... hingga kematian dari sang dewa.

Biasanya pada musim dingin, ritual pemujaan akan menampilkan peristiwa kematian sang dewa, kemudian pada musim semi, kebangkitan sang dewa. Peragaan ini sering ditampilkan dalam sebuah festival, dan dipercaya akan membawa kekuatan gaib dan memastikan kehidupan terus berlangsung di musim semi. Jadi ini sangat penting bagi kehidupan dunia.

Klaim Kaufman berikutnya, adalah dalam sudut pandang politheistik, alam primordial/metadivine adalah sumber dari semua benih kehidupan, baik atau buruk. Jadi jika ada dewa yang baik dan melindungi manusia, maka akan ada juga dewa yang jahat yang berusaha untuk menghancurkan manusia dan dewa-dewa lainnya.

Kematian dan penyakit dirujukan kepada alam setan, roh-roh jahat, dan mereka sebenarnya adalah saudara dari para dewa yang baik. Manusia pada dasarnya dalam situasi yang tak berdaya, mereka berada dalam pertempuran kosmik yang terus-menerus terjadi antara dewa baik dan jahat, namun hal ini dapat dihindari oleh manusia dengan memanfaatkan sihir dan ramalan, yakni dengan memasuki kekuasaan ranah metadivine, dan menghindar dari para dewa yang mungkin membahwa penderitaan.

Kaufman menegaskan dalam agama pagan, kejahatan adalah ranah alam setan yang independen, sebagai mana halnya alam dewa yang suci dan baik. Kejahatan adalah realitas metafisik. Ia diciptakan sebagai bagian dari alam semesta. Semua ini muncul dari materi alam primordial, mereka melahirkan hal-hal yang baik dan buruk.

Keselamatan adalah urusan manusia. Para dewa tidak tertarik dengan keselamatan manusia terhadap kekuatan yang jahat yang ada di dunia ini, karena mereka sendiri juga berusaha mempertahankan diri mereka. Anda tahu, para dewa baik sedang diserang oleh dewa jahat; kekuasaan dan keputusan berada di ranah metadevine, bukan pada para dewa itu sendiri.

Dan keselamatan ini dapat dicapai melalui sihir atau melalui gnostik - gnostisisme mengacu pada pengetahuan rahasia yang dalam cara tertentu dapat membebaskan seseorang - dan jika seseorang dapat memperdaya para dewa, menggantungkan diri pada kekuatan alam metadevine hingga tidak terjangkau oleh para setan dan dewa jahat yang seringkali membuat penderitaan di dunia ini, maka ia telah mendapatkan keselamatan.

Jadi menurut Kaufman, dalam pandangan agama pagan, dunia kita adalah sebuah alam yang tidak memiliki unsur moral. Bukan alam tak bermoral, dalam artian lawan dari bermoral; secara moral ia bersifat netral. Ada dewa yang menciptakan hukum dan menjaga tatanan keadilan sosial. Namun hukum tersebut tidaklah mutlak: mereka dapat dilewati oleh keputusan dari alam metadevine sebagai yang tertinggi.

Dan karena pengetahuan serta kebijaksanaan para dewa adalah terbatas, moralitas yang ditentukan oleh satu dewa karena atas dasar preferensi pribadi sang dewa, mungkin berbeda dengan keinginan dewa lain. Sehingga tidak ada moralitas mutlak.

Dan gambaran alam semesta seperti ini, di tantang oleh Kaufman, dengan pandangan revolusi monotheisme, yang menurutnya  dilakukan oleh orang Israel kuno.

Bab 3. Kaufman : Karakter Allah Esa yang Berdaulat.

Menurut Kaufman, gagasan fundamental yang tertuang dalam tulisan bangsa Israel kuno yakni Alkitab, merupakan sebuah ide baru yang radikal, yang mana dewa itu sendiri adalah sumber dari segala mahluk hidup - ia tidak menjadi subyek dari sebuah alam metadivine/primordial.

Tidak ada tatanan kekuasaan atau kosmik yang transenden. Dia tidak muncul dari alam yang telah ada sebelumya, dengan demikian ia tidak terikat dan dibatasi oleh mitos dan sihir. Ia sebuah dewa yang kehendaknya adalah absolut dan berdaulat.

Nah sekarang apa implikasi dari penghapusan alam metadivine ini? Dalam Alkitab tidak dikenal theogoni dan mitologi, Dewa mereka tidak dilahirkan dari rahim primordial; ia tidak memiliki kisah hidup.

Tidak ada alam yang utama baginya, yang menjadi sumber dari kekuatan dan kebijaksanaan Nya. Jadi dalam bab pembuka kitab Kejadian, Allah tidak bertumbuh, Ia tidak menua, Ia tidak bergerak kepada kedewasaan, Ia tidak memiliki pendamping. Allah tidak mati.

Dalam Alkitab Ibrani, menurut Kaufman, untuk pertama kali dalam sejarah kita menemukan sebuah dewa yang tidak terbatas, yang tidak termakan oleh waktu dan abadi serta tidak berwujud.

Hal ini berarti Allah melampaui alam semesta. Ia berdaulat atas alam, Allah tidak boleh terikat pada alam tertentu. Dia tidak dikenal sebagai kekuatan alam. Alam hanya lah wahana ekspresi dari kehendak Allah, dan alam bukanlah Allah.

Allah tidak berkerabat dengan manusia dengan cara apapun. Jadi tidak ada pembatas yang kabur antara manusia dan Allah.

Tidak ada proses manusia menjadi dewa atau Allah dalam Alkitab. Tidak ada kehidupan setelah kematian dalam Alkitab. Apakah anda tahu, bahwa ide ini harus menunggu untuk beberapa abad, baru muncul, tapi secara jelas tidak ada dalam Alkitab Ibrani: manusia hidup selama 70 tahun, tidak ada proses manusia menjadi dewa dengan cara tertentu. Sihir dalam Alkitab disebut sebagai kesia-siaan. Jadi dunia ini semacam dihilangkan sifat keillahiannya.

Terjadi de-mitologisasi. Allah tidak dapat dimanipulasi atau dipaksa oleh kata-kata atau ritual. Mereka tidak memiliki kuasa.

Sihir adalah dosa atau pemberontakan terhadap Allah karena ia didasarkan pada gagasan yang keliru, bahwa Allah memiliki kekuasaan yang terbatas.

Ada konsep sihir dalam Alkitab - anda akan menemui mereka. Namun yang menarik adalah bagaimana para editor Alkitab menggambarnya: "apa yang akan terjadi itu, benar-benar terjadi, karena Allah berkehendak hal itu terjadi".

Peristiwa itu terjadi karena Allah ingin terjadi. Bukannya terjadi secara independen diluar kehendak Nya. Jadi sihir dalam Alkitab adalah sebagai saksi atas kedaulatan Allah, hanya sebagai wahana manifestasi dari kehendak Allah.

Ramalan juga di asimilasi oleh gagasan monotheisme, menurut Kaufman, ini adalah upaya untuk mengungkap rahasia Allah dengan cara yang musyirik, didasarkan pada pemahaman yang keliru. Allah mengizinkan manusia untuk bertanya kepadanya melalui perangkat khusus (urim & thummim), namun Allah hanya menyempaikan sedikit informasi menurut kehendak-Nya sendiri.
Tidak ada ritual atau mantra, atau pun materi khusus yang dapat dipakai untuk memaksa Allah memberi wahyu.

Jadi kita akan melihat hal-hal yang terlihat seperti sihir, ramalan, nubuat, mimpi dalam dunia pagan dan Israel kuno. Namun menurut Kaufman, kesamaan itu hanya pada bentuk eksternal saja. Setiap fenomena itu ditransformasi menurut gagasan bangsa Israel tentang Allah sebagai transenden tertinggi yang kehendaknya adalah absolut, dan hal-hal tersebut terjadi karena perkataan langsung dan kehendak Allah.

Berkaitan dengan ritual pemujaan, menurut Kaufman, tidak ada materi yang memiliki kekuatan digunakan dalam ritual, dan bukan pula sebagai wahana terjadinya berbagai jenis tindakan ajaib.

Ritual pemujaan bukan pula dirancang untuk melayani kebutuhan khusus yang diperlukan oleh Allah. Tidak ada perayaan atas sebuah peristiwa dalam kehidupan Allah - festival dirayakan dalam konteks ibadah.

Dengan demikian unsur mitologi dalam ritual yang muncuk diantara tetangga bangsa Israel, telah diganti, seringkali mereka diganti dengan alasan-alasan historis.

Jadi festival pagan yang turut dirayakan di Israel, adalah untuk memperingati peristiwa dalam kehidupan bangsa Israel, bukan memperingati kehidupan Allah karena absen nya mitologi.

Dan karena Allah itu sendiri adalah transenden dan sumber dari semua mahluk serta ia adalah baik, dalam paradigma monotheisme, tidak ada pihak yang jahat yang berdiam disebuah wilayah yang menentang Allah sebagai saingan yang setara.

Dalam paradigma Israel, jika Allah adalah sumber dari segala mahluk, maka tidak mungkin ada mahluk supernatural yang melakukan perlawanan terhadapnya. Hal ini membawa kita pada sebuah kesimpulan, bahwa dosa dan kejahatan juga mengalami de-mitologisasi dalam Alkitab.

Namun hal ini akan menuntun kita pada sesuatu yang menarik. Dan mungkin menciptakan sebuah masalah besar bagi pemikiran monotheistik yang harus mereka tanggulangi selama berabad-abad, bahkan hingga hari ini.

Dalam paradigma paganisme, kejahatan kadang dipahami sebagai ulah setan atau dewa jahat yang mungkin merasuki seseorang, dan solusinya adalah kekuatan jahat tersebut harus diusir dengan sihir. Jika anda memiliki beberapa materi atau zat yang dapat digunakan secara ajaib, kekuatan zat tersebut dapat memaksa setan keluar dari tubuh seseorang. Ini adalah praktek umum dalam dunia pagan.

Tetapi di Israel, kita tidak memiliki alam metadevine untuk mengusir setan ini. Jadi agama orang Israel tidak mengenal kejahatan yang disebabkan oleh kekuatan jahat yang independen di luar dari alam semesta, yang menentang kehendak Allah.

Sebaliknya kejahatan muncul sebagai akibat dari terbenturnya kehendak Allah dengan kehendak manusia yang kebetulan memiliki kehendak bebas untuk melakukan pemberontakan.

Tidak ada sesuatu yang supranatural dari dosa. Ia bukan lah kekuatan atau kekuasaan di alam semesta. Menurut Kaufman orang Israel memindahkan kejahatan dari ranah metafisik ke ranah moral.

Kejahatan adalah masalah moral bukan realitas metafisik. Ia tidak memiliki eksistensi tersendiri, dan ini berarti manusia adalah sumber yang potensial untuk terjadinya kejahatan di dunia ini.

Tanggung jawab terjadinya kejahatan terletak ditangan manusia itu sendiri. Dalam Alkitab tidak pernah dikisahkan iblis membuat saya melakukannya. Tidak ada setan dalam Alkitab. Hal itu adalah ciptaan dari masa berikutnya. Dan ini adalah sebuah revolusi etikal yang sangat penting.

Apa anda memiliki pertanyaan ?

Murid : "Bagaimana dengan ular di taman Eden ?"

Professor Christine Hayes : Bagus, Itu akan menjadi pembahasan kita selanjutnya, dan pertanyaan yang bagus. Apa sih yang di klaim oleh Kaufman, jika di dalam Alkitab ternyata Hawa dicobai oleh ular? Siapa ular? Saya akan menjawabnya diakhir kuliah ini....

Saya lanjutkan bahwa dalam klaim Kaufman, kejahatan adalah pilihan moral, bisa di lihat pada kitab Kejadian 4:7, di mana Allah memperingatkan Kain, yang penuh dengan kemarahan dan kecemburuan dan sedang memikirkan berbagai rencana jahat terhadap saudaranya, dan Allah berkata "Dosa sudah mengintip di depan pintu; tetapi engkau harus berkuasa atasnya."

Point terakhir adalah... kita belum membahas tentang keselamatan.. namun kita akan membahas fakta bahwa, satu-satunya hukum tertinggi adalah kehendak Allah, karena Allah adalah sang pencipta, bukannya dewa, yang merupakan hasil penciptaan. Ia lalu menetapkan sebuah aturan, sebuah aturan terhadap kosmos atau alam semesta.

Jadi paradigma pagan tentang alam semesta yang tidak memiliki unsur moralitas dan hanya terdiri dari perebutan kekuasaan antara kebaikan dan angkara murka, kata Kaufman, di transformasi menjadi moral kosmos. Dan hukum yang terutama adalah kehendak Allah dan itu ditetapkan kepada struktur alam semesta.

Jadi ringkasan argumen Kaufman adalah : Israel dikandung dari illahi dalam sebuah cara yang baru. Allah Israel berbeda dengan dewa pagan. Para dewa kaum pagan adalah dewa-dewa alam. Mereka sering kali dikaitkan dengan kekuatan alam yang sama sekali buta atau tidak memiliki moral intrinsik. Dan Allah Israel dipercaya berada diatas kekuatan alam dan kehendaknya adalah mutlak, ia adalah absolut, baik dan bermoral.

Banyak orang berkata, kenapa kita tidak namakan saja alam metadivine dengan alam Allah? Tidak bisa, karena terdapat perbedaan yang memposisikan bahwa Allah adalah satu-satunya kekuatan dan ia adalah baik. Dan hal ini tidak terjadi kepada alam metadivine. Ia secara moralitas adalah netral.

Para penulis Alkitab sedang membuat klaim tetang moral pada kekuatan tertinggi ini, kepada Allah Israel. Allah digambarkan tidak hanya penuh kasih. Moralitas dianggap adalah menyenangkan Allah, dan itulah kehendak Allah. Dan ada standar mutlak dalam kosmos yaitu keadilan dan penghormatan bagi kehidupan.

Menurut Kaufman pula, walau Allah mengalami demitologisasi, namun ia digambarkan tidak sepenuhnya impersional/tak berkepribadian.

Ia bersabda secara antromorfis, sehingga kita melihat interaksinya dengan manusia. Ini adalah satu-satunya cara, agar manusia menulis sebuah hal yang bermakna, yaitu tentang interaksi Allah dan manusia. Maka Ia harus antromorfis. Namun interaksi ini tidak dikenal melalui manifestasi alam tetapi melalui sejarah. Ia dikenal melalui tindakan-Nya di dunia dalam perjalanan sejarah dan relasi-Nya dengan bangsa historis.

Bab 4. Kontinuitas atau Pemutusan Radikal ?

Saya ingin membaca beberapa kalimat dari artikel Kaufman, yang meringkas gagasan bahwa ada jurang pemisah antara monotheisme dan politheisme, dan ia berkata adalah keliru jika berpikir perbedaan keduanya hanyalah masalah aritmatika - bahwa agama pagan yang memiliki 10 dewa adalah mendekati monotheisme dari pada agama pagan dengan 40 dewa, karena semakin sedikit jumlah dewa maka mendekati monotheistik. Menurut Kaufman, gagasan pagan tidak mendekati monotheisme bangsa Israel walau mereka mengurangi jumlah dewa.

Konsep ketuhanan bangsa Israel memerlukan ke-transendenan yang berdaulat atas segala hal. Ia menolak gagasan pagan tentang alam diatas para dewa, sebagai sumber dari mitologi dan sihir. Penegasan bahwa kehendak Allah adalah yang tertinggi dan bebas absolut adalah baru dan diluar pemikiran kaum pagan. Ini ada pada buku "the Great Ages and Ideas of the Jewish People".

Lanjutnya, penegasan ini tidak dinyatakan secara dogmatis namun tersebar di dalam naskah-naskah Alkitab yang merupakan kreativitas bangsa Israel. Walau ide ini mengalami perkembangan seiring waktu, namun pada dasarnya ia adalah sebuah revolusi dan pemutusan, dan ia memiliki potensi perkembangan gagasan di dalamnya.

Sekarang saya akan menjawab pertanyaan ular di taman Eden. Di satu sisi anda telah mendengar sebuah klaim bahwa agama Israel pada dasarnya adalah sebuah kontinuitas dari politheisme di Timur-Tengah kuno. Ini hanyalah mengurangi jumlah dewa menjadi satu, dan merumahkan dewa tersebut dalam sebuah kuil. Ia diberi persembahan disana dan sebagainya.

Dan di satu sisi lain Kaufman mengklaim bahwa agama Israel adalah pemutusan radikal dari tradisi keagamaan di Timur-Tengah kuno. Menurut saya nilai dari karya Kaufman, terletak pada wawasan tentang konsep monotheisme dan politheisme dalam hal abstraksi atau perbedaan sistem intuisi. Keduanya menggambarkan dunia secara berbeda. Oleh karena itu jika melihatnya secara system, perbedaan antara Allah Israel dan para dewa bangsa tetangga Israel, bukan dalam hal kuantitatif, tetapi kualitatif.

Ketika anda membaca karya Kaufman, nampak jelas ia sering memaksakan sebuah bukti, bahkan kadang sangat berlebihan. Adalah fakta bahwa gagasan dan praktek monotheistik muncul dalam Alkitab namun dalam kadar yang tidak kaku atau ketat. Jadi mungkin para ilmuwan yang memiliki pandangan tentang kontinuitas antara Israel dan lingkungannya sudah berada dijalur yang tepat.

Mari kita melihat sekilas apa yang dilakukan oleh orang-orang 3000 tahun yang lampau, sebuah praktik relijius dan kepercayaan dari bangsa Israel dan Yehuda; kita kembali ke tahun 900 SM; apa kira-kira yang dilakukan ketika mereka pergi ke kuil; karena saya tidak yakin sepenuhnya dengan apa yang penulis kitab Ulangan katakan, tentang apa yang dilakukan orang ketika berada di kuil; sebenarnya ada perbedaan antara apa yang dilakukan oleh penduduk Israel dan oleh penduduk Yehuda - kita akan menyebutnya sebagai agama Israel-Yehuda - dan agama ini yang sedang dipromosikan oleh penulis kitab, saya lebih menyukai istilah sedang dipromosikan oleh penulis yang datang dari masa belakangan.

Apa yang kita sebut sebagai agama biblikal, adalah agama yang muncul berdasarkan naskah-naskah Alkitab.

[** inti dari paragraf diatas, ada perbedaan antara praktek keagamaan yang sebenarnya terjadi, dengan apa yang diceritakan dalam alkitab **]

kita tidak dapat mengetahui secara detail tentang bagaimana kepercayaan dari bangsa Ibrani dimasa lampau, dan juga kepercayaan pada masa terpecahnya mereka ke dalam bangsa Israel dan Yehuda.

Namun demikian kita memiliki beberapa petunjuk. Kira-kira di masa yang seharusnya para patriakh hidup, bangsa Ibrani ini memiliki kepercayaan yang tidak berbeda dengan tetangga pagan mereka. Bukti arkeologi mengarah kepada hal ini.

Kita dapat menemukan bukti demikian di dalam Alkitab seperti pada catatan arkeologi, sebuah praktek keagamaan yang populer dan tidak bernuansa monotheistik yang ketat dan kaku. Mereka memiliki dan memuja berhala dirumah-rumah penduduk, memiliki dewa-dewi kesuburan.

Banyak dari para ilmuwan menduga bahwa agama Israel-Yehuda kuno, sebuah praktek keagamaan di kerajaan Israel dan Yehuda pada Millenium pertama sebelum masehi, mungkin berbentuk monolatris. Mereka  menyembah satu dewa, Yahweh, namun tidak menyangkali eksistensi dewa-dewa lain, bahkan masih menyimpan berhala kecil dan dewa-dewi kesuburan atau terlibat dalam praktek sinkritisme. Selain itu bukti juga menunjukkan bahwa Yahweh dalam banyak hal sangatlah mirip dengan para dewa di agama Kanaan, dan adalah kontinuitas dari agama Kanaan serta Timur-Tengah kuno yang nampak dalam ritual dan objek pemujaan.

Alkitab juga mempunyai pentunjuk untuk menggambarkan apa yang disebut oleh Kaufman sebagai ciri politheistik. Seperti yang anda singgung tentang hawa dan ular di taman Eden, atau di kitab Kejadian 6 tentang nephilim, ini adalah mahluk-mahluk illahi yang turun kebumi dan kawin dengan anak perempuan manusia. Ini adalah salah satu pembatas yang cair dan dinamis antara alam manusia dan alam illahi.

Dalam banyak ayat pun Yahweh digambarkan sebagai pemimpin dari sebuah majelis para dewa. Dalam kitab Mazmur kita memiliki semacam puisi dan metafora dimana Allah bertindak sebagai pemimpin sidang ilahi (mazmur 82; 89), yang kira-kira ia berkata seperti, "baiklah kawan-kawan, bagaimana menurutmu?" ia memimpin - atau dia salah satu dari anggota majelis, atau dilain waktu ia berkata "nampaknya kalian tidak tahu apa yang baik untuk dilakukan. Baklah akan ku ambil alih." Dan ia berdiri lalu mengendalikan majelis. Di ayat lain dalam Alkitab juga menyinggung tentang keberadaan allah lain yang disembah oleh bangsa lain.

Walaupun demikian, dalam Alkitab juga terdapat pesan monotheistik yang kuat, dimana Allah secara kualitatis berbeda dengan para dewa dalam mitologi Mesopotamia, dan mungkin juga pada agama Israel-Yehuda (kepercayaan yang sebenarnya).

Allah Israel adalah sumber dari segala sesuatu, Ia tidak muncul dari alam yang telah ada sebelumnya, Ia tidak memiliki pendamping atau yang setara. Kehendaknya adalah mutlak dan berdaulat. Ia tidak terpengaruh oleh sihir. Dan ia adalah baik, adil dan penyayang.

Dan moralitas manusia harus sesuai kehendak-Nya. Ayat-ayat Alkitab memposisikan Allah yang mutlak dan baik, ia menuntut standar moralitas pada manusia, monotheisme biblikal ini sering disebut sebagai monotheisme etikal.

Konsep ini mungkin dimulai pada awal abad ke-8 SM dan berlanjut selama beberapa abad, kalangan terpelajar dari lingkaran penganut monotheistik didalam masyarakat Israel memutuskan untuk menyelipkan kerangka pemikiran monotheistik pada kisah-kisah serta tradisi rakyat dari masa lampau tentang bangsa mereka.

Mereka membentuk sesuatu yang menjadi dasar bagi mitos, yang kemudian membentuk identitas diri bagi bangsa Israel dan Yehuda. Mereka memroyeksikan pemikiran monotheisme mereka mundur kemasa sebelumnya, ke masa dimana leluhur bangsa mereka hidup.

Hasilnya monotheisme orang Israel digambarkan dalam Alkitab dimulai sejak masa Abraham. Yang secara historis kemungkinan ia adalah perkembangan dari masa kemudian, yang mungkin dimulai oleh gerakan kelompok minoritas yang  berkembang selama berabad-abad.

Penempatan monotheisme yang digambarkan dimulai dari sejarah Israel adalah sentuhan tangan para editor akhir dari Alkitab. Dan ia menciptakan kesan tentang agama biblikal yang dijelaskan dengan baik oleh Kaufman.

Namun dalam teks Alkitab itu sendiri, hal tersebut sangat bertentangan, dan inilah bagian yang menarik. Anda telah melihat catatan biblikal yang merujuk pada 2 hal yang sangat berbeda dengan realitas. Anda akan menemukan praktik-praktik keagamaan yang tidak ketat unsur monotheistiknya dan kemudian menemukan bagian yang ketat pada ayat lain.

Dan sumber yang datang kemudian, yang lebih tepat disebut sebagai agama biblikal, kemudian memisahkan diri dari tradisi di Timur-tengah, juga dengan tradisi dari keagamaan Israel-Yehuda, bahkan juga  memutuskan beberapa element dari kebudayaan mereka sendiri.

Jadi agama biblikal yang digambarkan oleh Kaufman, menurutku, bukan saja sebuah revolusi oleh Israel terhadap bangsa-bangsa asing. Tetapi juga peperangan terhadap bangsa mereka sendiri. Dan ini adalah aspek yang tidak disukai oleh Kaufman. Aku pikir adalah lebih menyenangkan untuk membiarkan Alkitab berbicara kepada kita dengan semua poliphoni nya. Jangan memaksanya bernada tunggal.

Jadi perbedaan mendasar antara dewa monotheisme dan dewa-dewa dalam literatur Mesopotamia, mungkin dapat kita lihat pada bab-bab awal kitab Kejadian.

Pada kisah penciptaan, bab 1 dari kitab Kejadian. Kita akan melihat kisah penciptaan ini adalah penambahan kedalam Pentateukh, yang diperkirakan dilakukan pada saat akhir editing, sekitar abad ke-6 SM, kita tidak tahu secara pasti. Namun kitab Kejadian 1 mengandung kesan monotheistik yang sangat kuat, dan menjadi pembukaan untuk mitos penciptaan alam semesta.

Berikutnya kita akan mulai pembacaan secara seksama atas kitab Kejadian 1-4. Kita akan membaca kisah-kisah ini dengan fokus kita kepada adaptasi bangsa Israel terhadap kebudayaan Timur-Tengah dan usaha mereka untuk me-monotheis-kan corak serta tema budaya mereka hingga menjadi wahana ekspresi bagi konsep baru tentang Allah dan dunia serta umat manusia.

Sumber, kuliah prof. Christine Hayes, dari YALE univ : http://oyc.yale.edu/religious-studie...t-145#sessions

Kembali ke Index Artikel 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar